BAB I
PEMBAHASAN
KONTRASEPSI MANTAP (KONTAP)
A.
DEFINISI
Yang dimaksid dengan
kontrasepsi mantap ialah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan
atau dengan kata lain setiap tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau
saluran mani yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak
akan memperoleh keturunan lagi.

Tubektomi adalah tindakan tindakan
yang dilakukan pada kedua tuba falloppii wanita sedangkan vasektomi yang kedua
pada vas deferens pada pria, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
hamil atau tidak menyebabkan kehamilan lagi.metode dengan cara operasi terswbut
di atas telah di kenal sejak zaman dahulu. Hipocrates menyebut bahwa tindakan
itu dilakukan terhadap orang dengan penyakit jiwa. Dahulu vasektomi dilakukan
kepada pria sebagai hukuman, misalnya pada mereka yang melakuka perkosaan.
Sekarang tindakan vasektomi dan tubektomi dilakukan secara sukarela dalam
rangka keluarga berencana.
B.
TUBEKTOMI PADA WANITA
Dahulu tubektomi
dilakukan dengan jalan laparatomi atau pembedahan vaginal. Sekarang dengan
alat-alat dan tehnik baru tindakan ini dilakukan secara lebih ringan dan tidak
memerlukan perawtan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi
merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak Negara
di dunia. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang
bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina
perkembangan metode dengan operasi (M.O) atau kontrasepsi mantap secara
sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program
nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah :
a)
Motivasi hanya dilakukan satu kali saja,
sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
b)
Efektivitas hampir 100%
c)
Tidak mempengaruhi libido seksualitas
d)
Kegagalan dari pihak pasien (patien’s failure)
tidak ada.
Sehubungan
dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara M.O
postpartum dan M.O dalam interval. Tubektomi post-partum dilakukan satu hari
setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan
pendahuluan untuk mencapai tuba falloppii terdiri atas pembedahan
transabdominal seperti laparatomi, minilaparatomi, laparaskopi, dan pembedahan
transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi, serta pembedahan
transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untukl menutup lumen dalam tuba dapat
dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara
pameroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara
Madlener tuba tidak dipotong. Disamping cara-cara tersebut di atas, penutupan
tuba, penutupan tuba dengan Clips,
Falope, Ring, Yoon Ring dan lain-lain.
1. Indikasi dengan metode operasi (M.O)
Metode dengan operasi dewasa ini dijalankan atas dasar
sukarela dalam rangka keluarga berencana. Kerugiannya ialah bahwa tindakan ini
dapat dianggap tidak reversible, wlaupun sekarang ada kemungkina untuk membuka
tuba kembali pada mereka yang pada akhirnya masih menginginkan anak lagi dengan
operasi rekanalisasi. Oleh karena itu penutupan tuba hanya dapat dikerjakan
pada mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Waktu
pelaksanaan tubektomi :
a)
Masa interval : selesai haid
b)
Pasca persalinan : sebaiknya sebelum 24 jam dan
selambat-lambatnya 48 jam pasca persalinan. Jika lewat dari 48 jam maka
tindakan tubektomi akan dipersulit oleh udem tuba, infeksi sehingga dapat
mengakibatkan kegagalan sterilisasi.. jika dilakukan 7-10 hari pasca persalinan
maka uterus dan alat-alat genital lainnya telah mengecil dan operasi menjadi
lebih sulit dilakukan mudah berdarah dan infeksi..
c)
Pasca keguguran (post abortum) : sesudah terjadi
abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi.
d)
Waktu operasi membuka perut: setiap operasi yang
dilakukan dengan membuka perut perlu dipikirkan apakah sudah ada indikasi untuk
sterilisasi.
Seminar Kuldoskopi Indonesia pertama di Jakarta (18 –
19 Desember 1972) mengambil kesimpulan, sebaiknya tubektomi sukarela dilakukan
pada wanita yang memenuhi syarata-syarat berikut :
a)
Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
b)
Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup
c)
Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup
Pada konverensi khusus perkumpulan unutk sterilisasi
sukarela Indonesia di medan (3 – 5 juni
1976) dianjurkan pada umur antara 25 – 40 tahun dengsan jumlah anak sebagai
berikut :
a)
Umur antara 25 – 30 tahun dengan 3 anak atau
lebih
b)
Umur antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau
lebih
c)
Umur antara 35 – 40 tahun dengan 1 anak atau
lebih
Umur suami
hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali jumlah anak telah melebihi
melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu
2. Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba
a)
Laparatomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi
sebagia tindakan khusus guna tubektomi. Di sini penutupan tuba dijalankan
sebagai tindakan tambahan apabila wanita yang bersangkutan perlu dibedah untuk
keperluan lain. Misalnya, pada wanita yang perlu dilakukan seksio sesarea,
kadang-kadang tuba kanan dan kiri ditutup apabila tidak diinginkan bahwa ia
hamil lagi.
b)
Laparatomi postpartum
Lapratomi ini dilakukan satu hari
postpartum. Keuntungannya ialah bahwa waktu perawatan nifas sekaligus dapat
digunakan untuk perawatan pasca operasi dank arena uterus masih besar, cukup
dilakukan sayatan kecil dekat fundus utei untuk mencapai tuba kanan dan kiri.
Sayatan dilakukan dengan sayatan semi lunar (bulan sabit) di garis tengsah
distal dari pusat dengan panjang kurang lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya
diselenggarakan dengan cara pameroy.
c)
Minilaparatomi
Laparatomi mini dilakukan dalam
masa interval. Sayatan dibuat di garis tengah diatas simpisis sepanjang 3 cm
sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukkan alat khusus (elevator
uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alat ini dalam retrofleksi
dijadikan letak antefleksi dahulu dan kemudian didorong kearah lubang sayatan.
Kemudian dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.
d)
Laparaskopi
Mula-mula dipasang cunam serviks
pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya kelak dapat menggerakkan
uterus jika hal ini diperlukan pada waktu laparaskopi. Setelah dilakukan
persiapan seperlunya, dibuat sayatran kulit di bawah pusat sepanjang lebih 1
cm. kemudian, ditempat luka tersebut dilakukan pungsi sampai rongga peritoneum
dengan jarum khusus (jarum veres) dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum
dengan memasukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan kecepatan
kira-kira 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum dirasa cukup, jarum veres
dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukkan troika (dengan tabungnya). Sesudah
itu trokair diangkat dan dimasukkan laparaskop melalui tabung. Untuk memudahkan
penglihatan uterus dan adneks, penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg
dan uterus digerakkan melalui cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian, dengan
cunam yang masuk dalam rongga peritoneum bersama-sama dengan laparoskop, tuba
dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi atau dengan memasang
pada tuba cincin Yoon atau Falope atau clip Hulka, sekarang lebih banyak
digunakan cara-cara yang lain.
e)
Kuldoskopi
Wanita ditempatkan pada posisi
menungging (posisi genupektoral) dan setelah speculum dimasukkan dan bibir
belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik ke luar dan agak ke atas,
tampak kavum Douglasi mekar diantara ligamentum sakro-uterinum kanan dan kiri
sebagai tanda bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan pi sebagai tanda bahwa
tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan jarum Touhy dibelakang uterus,
dan melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut.
Setelah jarum diangkat, lungsi dengan jarum Touhy dibelakang uterus, dan
melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut.
Setelah jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop.
Melalui kuldoskop dilakukan pengamatan adneks dan dengan cunam khusus tubang
diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop dilakukan
pengamatan adneks dan dengan cunam khusus tuba dijepit dan ditarik ke luar
untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pameroy, cara Kroener,kauterisasi atau
pemasangan cincin, Falope.
3. Cara penutupan tuba
a)
Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba diangat
dengan cunam pean, sehingga terbentuk suatu lipatan tebuka. Kemudian dasar dari
lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat dan selanjutnya dasar itu
diikat dengan benang yang tidak dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan
pemotongan tuba. Sekarang cara Madlener tidak dilakukan lagi oleh karena angka
kegagalannya relative tinggi yaitu 1% sampai 3%.
b)
Cara Pameroy
Cara pameroy banyak dilakukan.
Cara ini dilakukan dengan mengengkat bagian tengah dari tuba sehingga membentuk
suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang yang dapat
diserap, tuba diatas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka
ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan berkisar
antara 0 – 4%.
c)
Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara
dua ikatan yang dapat diserap; ujung proksimal dari tuba ditanamkan kedalam
miometrium, sedangkan ujung distal ditanamkan kedalam ligamentum latum.
d)
Cara Aldridge
Peritoneum dari ligamentum latum
dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbrae ditanam ke
dalam ligamentum latum.
e)
Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik ke luar
abdomen melalui suatu insisi kecil (minilaparatomi) di atas simpisis pubis.
Kemudian di daerah ampulla tuba dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin
dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di
daerah tersebut megembung. Lalu dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung
tersebut. Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang kira-kira 4 – 5 cm; tuba dicari
dan setelah ditemukan dijepit, diikat lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal
akan tertanam dengan sendirnya di bawah serosa, sedangkan ujung tuba yang
distal dibiarkan berada diluar serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong
tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0.
f)
Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba
dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat
melalui bagian mesosalping dibawah fimbria. Jahitan ini diikat dua kali, satu
mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari
jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong. Setelah pasti tidak ada
perdarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga perut.
Teknik ini banyak digunakan.
Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan
mengikat ligamentun rotundum. Angka kegagalan 0,19%.
C. VASEKTOMI
Vasektomi telah dikenal sejak lama. Pada abad 19,
para ahli bedah telah melakukan vasektomi untuk tujuan pengobatan seperti
mencegah infeksi dari kelenjar prostat atau hipertrofi kelenjar prostat. Di
Indonesia vasektomi sebagai salah satu pilihan jenis kontrasepsi masih belum
begitu digalakkan. Hal ini disebabkan masih adanya anggapan vasektomi sama
dengan dikebiri.
Dasar dari Kontap-Pria :
Oklusi vas deferens, sehingga menghambat perjalanan spermatozoa dan tidak
didapatkan spermatozoa di dalam semen/ejakulat (tidak ada penghantar
spermatozoa dari testis ke penis).
1. Definisi :
Tindakan memotong dan menutup saluran sperma(vasdeferens) yang menyalurkan
sperma keluar dari testis.
2. Indikasi :
a)
Untuk
tujuan kontrasepsi yang bersifat permanen
b)
Untuk
tujuan pengobatan supaya mencegah terjadinya epididimis
3. Kontra indikasi :
a) Infeksi kulit lokal, misalnya scabies
b) Infeksi traktus genitalia
c) Kelainan skrotum dan sekitarnya :
1)
Varicocele
2)
Hydrocele
besar
3)
Filariasis
4)
Hernia
inguinalis
5)
Orchiopexy
6)
Luka
parut bekas operasi hernia
7)
Skrotum
yang sangat tebal
d) Penyakit sistemik :
1)
Penyakit-penyakit
perdarahan
2)
Diabetes
melitus
3)
Penyakit
jantung koroner yang baru
e) Riwayat perkawinan, psikologis atau
seksual yang tidak stabil
4. Teknik vasektomi (penutupan vas deferens)
dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a)
Diikat
(ligasi)
b)
Dipotong
(vasektomi)
c)
Pakai
cincin
5. Prosedur tindakan vasektomi :
a)
Rambut
kemaluan dicukur dan dibersihkan
b)
Desinfeksi
kulit skrotum dan daerah operasi
c)
Daerah
operasi yang sudah steril dari hama ditutup dengan duk steril
d)
Palpasi
dan cari vas deferens pada kantong skrotum, lalu fiksir dengan jari
e)
Beri
anastesi lokal pada daerah operasi
f)
Lakukan
sayatan kira-kira 1-2cm
g)
Bebaskan
jaringan sekitarnya dan pegang vas deferens
h)
Tarik
kira-kira sampai batas yang akan dipotong
i)
Pemotongan
sekitar 1-2cm
j)
Lalu
dijahit
k)
Luka
operasi dijahit
l)
Berikan
HE perawatan luka, jangan kena air selama kira-kira 1 minggu
m)
Berikan
anti nyeri dan anti nyeri
Post vasektomi pria tidak langsung menjadi steril,
karena di dalam saluran proksimal vasdeferens dan dalam vesikula seminalis
masih terdapat ratusan juta sperma. Karena itu sebelum pulang pasien diberikan
kondom yang harus di pakai saat koitus. Pria baru dikatakan steril biasanya
setelah 10-15 kali ejakulasi yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan semen.
6. Kegagalan vasektomi dapat terjadi akibat :
a)
Rekanalisasi
spontan
b)
Salah
pemotongan
c)
Jika
terdapat duplikasi vas deferens
d)
Akseptor
bersenggama sebelum benar-benar steril
7. Keuntungan vasektomi :
a)
Teknik
operasi kecil dan sederhana, bisa dilakukan setiap saat
b)
Komplikasi
yang ditemukan tidak terlalu berat
c)
Efektifitas
hampir 100%
d)
Biaya
murah terjangkau masyarakat
e)
Bisa
dilakukan operasi rekanalisasi
8. Kekurangan vasektomi :
a) Cara ini tidak langsung efektif tapi
memerlukan waktu sampai sperma menjadi negatif dalam analisa semen
b) Walaupun pada prinsipnya dapat disambung
kembali namun masih banyak diperlukan tenaga terlatih untuk tindakan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar